Minggu, 25 November 2012

Boat Keadilan Ala Brazil

Hutan dan sungai Amazon di Brazil
www.dianovaanwar.blogspot.comHutan Amazon yang merupakan hutan tropis di negara Brazil, bukan saja berfungsi sebagai paru-paru dunia dan ‘penyupplai’ udara segar,namun ia juga menjadi tempat tinggal beraneka species fauna serta menjadi rumah bagi sekitar 20 juta orang penduduk.Pemukiman berupa kampung dan dusun yang muncul di kawasan hutan ini adalah sebagai imbas dari program transmigrasi dari pemerintah Brazil di era 1960-1970 an dalam usaha mensejahterakan rakyatnya. Lebih kurang 20 juta hektar dari hutan terluas di dunia ini telah dibakar setiap tahunnya oleh para pendatang untuk membuat pemukiman mereka,hingga pada akhirnya mencapai angka 65 juta hektar yang ‘dirambas’ pada saat sekarang ini.

Hakim Sueli Pereira Pini dengan 'Boat Keadilan' nya (Foto:Al-Jazeera)

Hadirnya perkampungan-perkampungan dan dusun-dusun di kawasan hutan Amazon ini, sudah tentu menimbulkan pula berbagai macam permasalahan-permasalahan sosial;seperti masalah hukum,kesehatan dan sosial.Letak perkampungan dan dusun yang sangat terpencil,membuat penduduknya sangat sulit mendapatkan akses dalam memperoleh pelayanan-pelayanan soslal, kesehatan dan sistem keadilan.Seorang hakim wanita yang bernama Sueli Pereira Pini yang berdomisili di kota Macapa,berusaha membantu permasalahan-permasalahan hukum yang menuntut keadilan di pemukiman sekitar Amazon ini dengan cara mendatangi  perkampungan-perkampungan dan dusun-dusun terpencil tersebut.Di temani dengan team dan ‘Boat Keadilan’ nya,sang hakim melintasi sepanjang sungai Amazon untuk singgah di setiap kampung dan dusun yang dilewati untuk memberikan layanan hukum.Selain itu,’boat keadilan’ juga menyediakan pemeriksaan gigi dan pemberian obatnya secara gratis dengan membawa beberapa dokter gigi dan perawat di boat ini.Kegiatan ini telah dilakukan hakim Pini selama 13 tahun disela-sela aktivitas nya di Macapa.Di antara masalah hukum yang ditangani ‘Boat Keadilan’di kawasan pemukiman hutan Amazon ini adalah masalah kekerasan rumah tangga, masalah certifikat tanah dan masalah eksploitasi anak di bawah umur.Layak kiranya,bila hakim ini menjadi nominator penerima Nobel Perdamaian di tahun 2005.Ide ‘menjemput bola’ alias menemui masyarakat dan mendengarkan secara langsung permasalahan mereka adalah menarik untuk ditiru.Mudah-mudahan saja di Indonesia ada praktisi hukum seperti hakim Pini.Mengingat Indonesia adalah negara kepulauan,di mana masih banyak daerah-daerah pedalaman yang masih tidak ‘tersentuh’ oleh layanan publik,semoga….

Tidak ada komentar:

Posting Komentar