Minggu, 03 Maret 2013

Novel "Sengsara Membawa Nikmat"


 
www.dianovaanwar.blogspot.com Novel Sengsara Membawa Nikmat adalah buah pena dari Tulis Sutan Sati yang diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1929.Novel ini bercerita tentang dua orang pemuda yang berlawanan karakter: yang satu sombong dan suka ‘sirik’ alias tidak senang melihat orang bahagia dan yang satunya lagi rendah hati,ramah,taat beragama, suka menolong dan pandai pula berolahraga silat.Karakter yang pertama diperankan oleh pria yang bernama Kacak, sedangkan yang kedua bernama Midun.
 
Kepribadian Midun yang low profile dan baik hati sudah tentu sangat disenangi oleh orang-orang sekampung, inilah yang membuat Kacak menjadi iri hati.Berbagai cara pun dilakukannya untuk menyingkirkan Midun dari kampung itu, mulai dari mengajak Midun berkelahi hingga memfitnahnya.Midun tidak menanggapi tantangan perkelahian dari Kacak yang tidak beralasan, karena baginya ilmu silat yang dipelajarinya dari Haji Abbas hanya digunakan untuk membela diri atau melindungi orang saja.Namun pada suatu hari,isteri Kacak terjatuh ke sungai dan hampir terbawa arus,Midun yang kebetulan berada di dekat kejadian itu segera sigap menolongnya.Kacak,bukannya berterimakasih malah ia menantang Midun untuk berkelahi dikarenakan kecemburuannya sewaktu Midun menggendong isterinya yang sudah dalam keadaan tanpa busana.Kali ini Midun meladeni tantangan Kacak, dan ia memenangkan perkelahian itu.Karena “gondok” kalah berkelahi, Kacak mengadu dan memfitnah Midun pada Tuanku Laras, kepala desa di kampung mereka yang juga merupakan mamak Kacak sendiri. Sayang,Tuanku Laras percaya pada tuduhan Kacak, dan pada akhirnya Midun pun mendapat hukuman.Hukuman yang harus diterima Midun adalah bekerja di rumah Tuanku Laras tanpa digaji dengan diawasi oleh Kacak.Kesempatan ini sudah tentu tidak disia-siakan oleh Kacak untuk menghina dan melakukan aksi kekerasan pada Midun seperti memukul dan menendangnya. Sikap Kacak ini tidak dibalas oleh Midun,ia menjalani hukuman dengan pasrah.Belum puas dengan fitnah yang dibuat dan hukuman yang telah diterima oleh Midun,Kacak memikirkan bagaimana caranya agar menyingkirkan Midun dari kampung itu selama-lamanya.Ia pun menyewa orang untuk membunuh Midun pada saat berlangsungnya pacuan kuda di kampung mereka.Maka sewaktu Midun dan Maun-tokoh yang lain- sedang membeli makanan di warung kopi di pinggir gelanggang pacuan kuda tsb,tiba-tiba beberapa orang sewaan Kacak menyerang Midun dengan sebilah pisau.Perkelahian dan keributan pun tak terelakkan, hingga pada akhirnya berhenti pada saat polisi datang. Midun dan Maun langsung ditangkap dan dibawa ke kantor polisi.Di kantor polisi, mereka berdua di periksa, Maun bebas,sementara Midun harus mendekam dalam penjara.Mendengar berita ini,bukan main girangnya Kacak,ia merasa bebas membuat keributan di kampung itu.
 
Di dalam penjara Midun mendapatkan siksaan baik dari sipir penjara maupun dari narapidana yang lain. Akan tetapi pada akhirnya mereka menjadi sahabat, Midun menjadi disegani karena ilmu silat yang dimilikinya mampu mengalahkan para tahanan,bahkan yang terbaik sekalipun. Penjara ini pula yang membawa Midun bertemu dengan pasangan hidupnya, Halimah… pada suatu hari, kala ia sedang bertugas menyapu jalan, ia melihat seorang gadis sedang duduk melamun di bawah pohon kenari. Ketika gadis itu pergi, kalungnya tertinggal dibawah pohon itu, dan Midun yang mendapatinya segera mengembalikannya dengan mendatangi rumah  Halimah,itulah awal perkenalan mereka.Midun dan Halimah sama-sama jatuh hati,mereka pun saling curhat tentang pengalaman hidup.Halimah ternyata tinggal bersama ayah tirinya,dan ia benar-benar tidak nyaman,ia sangat ingin sekali untuk tinggal bersama ayah kandungnya di Bogor.Midun mewujudkan keinginan Halimah ini sebaik saja ia keluar dari penjara.Dengan bantuan Karto,seorang sipir penjara yang baik hati, ia membawa lari Halimah dari rumah ayah tirinya ke Bogor,ke rumah ayah kandungnya.
 
Ayah Halimah orangnya sangat baik,ia menerima Midun dan sangat senang bila MIdun bersedia tinggal bersama mereka.Lebih kurang 2 bulan Midun tinggal di Bogor bersama keluarga Halimah, ia pun merasa tidak enak hanya makan tidur saja.Ia pun memutuskan untuk pergi ke Jakarta untuk mencari pekerjaan.Dalam perjalanan ke Jakarta,Midun berkenalan dengan seorang saudagar Arab yang bernama Syekh Abdullah al-Hadramaut yang meminjamkan uang modal kepada Midun.Karena Midun menganggapnya seorang syekh, ia pun mau menerima uang pinjaman itu,Midun tidak tahu saudagar Arab tsb adalah seorang rentenir.
 
Melihat kemajuan usaha Midun,timbul iri di hati Syekh Abdullah,ia pun menagih uang pinjaman Midun dengan jumlah yang jauh lebih banyak daripada yang dipinjam Midun.Sudah tentu Midun menolak untuk membayar “uang bunga” yang begitu banyaknya.Gagal mendesak Midun dengan cara demikian,syekh Arab ini justru menawarkan kepada Midun “kompensasi” berupa lunasnya hutang Midun dengan syarat ‘diserahkannya’ Halimah padanya.Midun dan Halimah meradang, syekh Arab ini pun membawa Midun ke meja hijau dengan tuntutan hutang.Pihak pengadilan memutuskan Midun bersalah,ia pun masuk penjara lagi untuk kedua kalinya.
 
Suatu hari, ketika Midun telah bebas,ia berjalan-jalan ke Pasar Baru dan mendapati sebuah keributan.Seorang pribumi mengamuk dan menyerang seorang Sinyo Belanda,tanpa berfikir panjang Midun pun menolong Sinyo Belanda tsb.Dengan diselamatkannya nyawanya, Sinyo Belanda tsb berterimakasih pada Midun dan memperkenalkannya pada ayahnya,Tuan Hoffdcommissaris, yang ternyata seorang Kepala Komisaris.Sebagai ucapan terima kasih, sang kepala komisaris pun memberinya pekerjaan dengan menjadi juru tulis.
 
Setelah mendapat pekerjaan itu, Midun merasa sudah saatnya ia berumah tangga, ia pun meminang Halimah dan menikah di rumah orangtua Halimah di Bogor.Karir Midun dari hari ke hari makin meningkat di mata pimpinannya, hingga ia pun diangkat menjadi Kepala Mantri Polisi di Tanjung Priok.Dia langsung ditugaskan untuk menumpas parra penyeludup di kota Medan. Di Medan inilah,ia bertemu dengan adiknya,Manjau,yang bercerita banyak tentang keadaan kampung mereka. Mendengar cerita adiknya akan kesengsaraan orang kampung akibat ulah Kacak, Midun pun mengajukan permohonan kepada atasannya untuk dipindah tugaskan ke kampung halamannya ketika ia balik ke Jakarta.Permohonan Midun dikabulkan, ia pun kembali ke kampung halamannya dan bertugas di sana.
 
Kedatangan Midun membuat Kacak gelisah, meski ia telah menjadi kepala desa di kampung itu. Kegelisahannya disebabkan ia takut perbuatannya yang menggelapkan uang kas negara akan terbongkar.Apalagi ia melihat pangkat Midun yang tinggi,ia yakin Midun akan berhasil membongkar kasus korupsi yang telah dilakukannya. Ketakutan Kacak pun menjadi kenyataan, ia terbukti bersalah menggelapkan uang kas negara yang ada di kampung mereka. Kacak ditangkap dan masuk penjara, sedangkan Midun hidup berbahagia bersama isteri dan seluruh keluarga besarnya di kampungnya….  
 
Novel ini pernah diangkat ke layar kaca menyusul suksesnya novel Siti Nurbaya yang telah tayang di waktu sebelumnya.Seingat penulis,tokoh Midun pada waktu itu diperankan oleh actor Sandy Nayoan. Pesan yang dapat diambil dari novel ini adalah bahwa kebenaran dan kesabaran pasti akan menjadi pemenang.Berakit-rakit ke hulu,berenang-renagn ke tepian; bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian……..
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar