Aksi Duduk Para Demonstran Pro Mursi Yang Memenuhi Lapangan Masjid Rabia Al-Adawiyah Sejak Tanggal 30 Juni 2013-14 Agustus 3013 (Foto Kiri) dan Saat Pembubaran dan Pembantaian Pada Tgl 14 Agustus 2013 (Fofo Kanan) (Sumber Foto: Wikipedia.org)
Written By: Dr.Dianova Anwar
www.dianovaanwar.blogspot.com Kudeta
militer di Mesir yang terjadi pada tanggal 3 Juli 2013 lalu sangat mencuri
perhatian masyarakat dunia, dimana presiden terpilih secara demokrasi sekaligus
presiden pertama madani- dari warga sipil Mesir, Dr.Mohammad Mursi digulingkan oleh
menteri pertahanan yang dilantiknya sendiri, Jenderal Abdul Fatah Sisi.
Dunia dibuat tercengang….bagaimana
tidak, Mursi yang menang dalam Pemilihan presiden tahun 2012 lalu dengan mengantongi
jumlah suara sekitar 53% mengalahkan lawannya Ahmad Syafiq, mantan perdana
menteri di era Husni Mubarak digulingkan setelah setahun pemerintahannya.Pada
awalnya, masih diperdebatkan apakah penggulingan Mursi tepat dikatakan kudeta
atau tidak, sebab sebagian rakyat Mesir memenuhi lapangan Tahrir dan di depan
Istana Presiden meminta diadakan Pemilihan Umum secara dini kembali.
Penggulingan Mursi dimotori oleh
pihak atau partai-partai yang kalah dalam pemilu lalu, baik pemilihan parlemen
atau presiden (partai-partai liberal dan skuler), orang-orang dibelakang
Mubarak dan Ahmad Syafiq, lahirnya Gerakan Tamarrud (Pemberontak) plus sebagian partai Islam (HizbunNuur) yang
berasal dari kelompok Islam Salafiyah yang merasa kurang adil dalam “pembagian
kue kekuasaan”.Belakangan, Hizbun-Nuur pecah, dan kelompok mudanya membentuk
partai baru Hizbu Wathan, pro Mursi dan masuk ke dalam Aliansi partai-partai
pendukung pemerintah yang sah.
Bagi sebagian masyarakat Mesir yang
pada awalnya berpartisipasi dalam unjuk rasa penggulingan Mursi merasa enggan untuk
menyebutkan peristiwa 3 Juli tsb sebagai kudeta namun sebagai revolusi, sedangkan
istilah revolusi itu sendiri di belahan dunia manapun pasti diiringi dengan adanya
jatuh korban, namun tidak halnya dengan aksi protes sejak tanggal 30 Juni
hingga 3 Juli 2013 lalu.Penyebutan kudeta menjadi semakin jelas dan kuat
setelah pembunuhan yang dilakukan oleh pihak militer (baik polisi maupun
tentara) terhadap rakyat sipil pendukung pemerintahan yang sah (pendukung Mursi)
yang berdemonstrasi tanpa senjata (terbanyak dari pendukung partai Kebebasan
dan Keadilan/Ikhwanul Muslimin) di depan Republic Guard (Garda Republik),
tempat yang diyakini para pendukung Mursi sebagai tempat ditahannya sang
presiden.Bentrokan demi bentrokan dan korban terus berjatuhan mewarnai aksi
protes damai para pendukung pemerintah Mesir yang sah, mulai dari insiden
jembatan 6 Oktober, insiden Ramses I dan II, insiden Mansoura, insiden
Iskandariah dan beberapa daerah lainnya termasuk Suez hingga berpuncak pada
pembantaian para demonstran di lapangan Rabi’ah
al’Adawiyah dan lapangan Nahdah pada tanggal 14 Agustus 2013 lalu (para
demonstran melakukan aksi duduk lebih kurang 6 minggu sejak tanggal 30 Juni
2013).
Pembantaian Rabi’a al-‘Adawiyah
dan Nahdah ini dilakukan setelah rezim
kudeta gagal ‘menghalau’ para demonstran dengan berbagai cara, mulai dari
memadamkan aliran listrik hingga air.Jumlah demonstran yang dibantai mencapai
ribuan, mulai dari anak-anak sampai orangtua. Rezim kudeta sendiri mengatakan
sekitar lebih dari 600-an korban, sedangkan rumah sakit Madani Kota Nasr,Kairo
menyebutkan lebih dari 2000-an korban (di lapangan Rabi’ah sendiri lebih dari
1000 korban).Kejadian ini diabadikan hingga sekarang oleh para pendukung Mursi
dan pemerintahan Mesir yang Sah yang isyarat 4 jari yang melambangkan Rabi’ah
(dalam bahasa Arab Rabi’ah artinya empat), sehingga mudah diingat oleh dunia,
meski nama Rabi’a al-Adawiyah itu sendiri adalah nama seorang sufi
muslimah yang terkenal dan tercatat dalam sejarah Islam.
Bagi para pendukung Mursi symbol Rabi’ah
adalah symbol perlawanan dan keteguhan, sedang bagi masyarakat dunia, rabiah menjadi symbol kemanusiaan.Bila
seseorang mengacungkan 4 jarinya saja, pihak aparat keamanan atau pihak-pihak
yang mengkudeta akan merasa mendidih darahnya. Setiap orang akan mengingat aksi
pembantaian tsb mulai dari penembakan yang kebanyakan di kepala dan dada sampai pembakaran sebagian korban yang telah dikafani. Beberapa waktu lalu, seorang pemain sepakbola Mesir terkenal
Ahmad Abdu Zahir, sekaligus kapten kesebelasan, pada pertandingan Liga Afrika, secara
spontan mengacungkan 4 jarinya sebagai symbol rabi’ah setelah ia membobol
gawang lawan.Terang saja aksi ini membuat para pengkudeta ‘kebakaran jenggot’.
Ahmad Abdu Zahir pun dikeluarkan dari tim kesebelasan nasional dan dilarang bermain di
dunia internasional selama setahun.
Lebih kurang 6 bulan sudah pemerintahan
kudeta militer berlangsung di Mesir, dan selama kurun waktu itu pula semakin
bertambah para pendukung atau simpatisan Ikhwanul Muslimin yang melakukan aksi
protes damai setiap hari ke jalan-jalan,mulai dari jam 7 pagi sampai tengah malam. Kegigihan
Ikhwanul Muslimin (Partai Kebebasan dan Keadilan) sendiri dan partai-partai
pendukung pemerintahan yang sah (sekitar 11 partai yang tergabung dalam Aliansi
Nasional Pendukung Pemerintahan Yang Sah, diantaranya Partai Wasth,Partai Dhomir,Partai
Kemerdekaan,Partai Pembinaan dan Pertumbuhan dan Partai Wathan) dalam
mengembalikan pemerintahan yang sah secara utuh, mulai dari parlemen dan
presidennya sampai kepada sistem pengadilan di Mesir juga didukung oleh
kebanyakan rakyat Mesir yang berdomisili di luar Mesir, seperti di Eropa,AS, Kanada
dan Australia.
Tekanan-tekanan dan aksi kekerasan
yang dilakukan oleh rezim kudeta terhadap ikhwanul Muslimin bukannya
mengendorkan semangat mereka malah sebaliknya, mencuri simpati rakyat Mesir
yang pada awalnya anti Ikhwan.Media televisi Mesir, baik resmi maupun swasta
setelah penggulingan Mursi tidak ada satupun yang berpihak pada ikhwan.Ini bisa
dimaklumi karena kebanyakan para pemilik televisi tsb adalah orang-orang
militer dan orang-orang Mubarak.Tak heran semuanya pro Sisi dan menjadi media
propaganda yang memicu aksi kekerasan terhadap para pendukung Mursi. serta menyiarkan berita-berita yang bukan sebenarnya. Al-Jazeera
Mubasher Mesir menjadi satu-satunya media televisi saat ini bagi para pendukung
pemerintahan Mesir yang sah (Mursi) dalam menyiarkan realita-realita yang
terjadi di Mesir. Sementara itu surat kabar Partai Keabebasan dan Keadilan yang
menyuarakan pro-Mursi ditutup oleh pemerintah kudeta menyusul pelabelan
pemerintah kudeta terhadap Ikhwanul
Muslimin sebagai organisasi teroris.
Sesungguhnya ada beberapa faktor di
balik penggulingan Mursi, diantaranya adalah kepentingan AS dalam menjaga
keamanan Israel; terusan Suez yang menjadi ‘ladang duit’ bagi militer (Mursi
membuat kebijakan untuk terusan Suez ini sebagai salah satu income terbesar
bagi rakyat Mesir tanpa campur tangan militer) dan usaha-usaha ekonomi yang
dimiliki dan didiominasi oleh pihak militer.Tak heran kudeta militer di Mesir
mendapat dukungan dari negara-negara teluk seperti Uni Emirat Arab dan Kuwait
untuk kepentingan Suez (perekonomian mereka) sedangkan Saudi Arabia sendiri
mengkhawatirkan timbulnya kekuatan politik Islam demokrasi yang sudah tentu
berlawanan dengan sistem kerajaan Arab Saudi (namun isu yang dihembuskan di
Saudi Arabia sendiri, bekerjasamanya Mursi dengan Iran membuka pintu sebagai
menyebarnya paham syi’ah di Timur Tengah).
Banyaknya gerakan-gerakan anti kudeta yang
lahir di Mesir pasca kudeta, diantaranya Gerakan-Gerakan Mahasiswa dan
Mahasiswi di seluruh universitas di Mesir, seperti Universitas al-Azhar dan
cabang-cabangnya di berbagai daerah dan Universitas Kairo memicu aksi kekerasan
baru di Mesir.Kampus-kampus yang saban hari berdemonstrasi pun diserbu oleh pihak
keamanan menyusul keputusan pemerintah kudeta yang mencap Ikhwanul Muslimin
sebagai organisasi teroris dengan alasan menindak mahasiswa melakukan aksi
mogok ujian.Pencapan ikhwanul muslimin sebagai organisasi teroris adalah keputusan
tanpa hukum tapi bersifat politik oleh rezim kudeta setelah lebih dari 5 bulan
rezim kudeta gagal menjelek-jelekkan Ikhwan.Keputusan ini dikeluarkan setelah
insiden pemboman kantor polisi di Mansoura, ikhwan dituduh sebagai dalangnya.
Lucunya, setelah pemerintahan kudeta mengumumkan ikhwan sebagai organisasi teroris,
Jama’ah Anshar Bait Muqaddas malah mengklaim bertanggung jawab atas pemboman
tsb, dan pada konferensi pers partai-partai dan organisasi pendukung Sisi
presiden, nama Jama’ah Anshar Bait Muqaddas ini tampak di antaranya.Ini
menimbulkan tanda tanya besar tentunya, pada websitenya Jama’ah Anshar Bait
Muqaddas bukan hanya membuat pernyataan bertanggung jawab atas pemboman
Mansoura namun juga menyatakan dukungannya atas pemerintahan Mursi sebagai pemerintahan yang sah.Sementara
itu wujud Jama’ah ini sendiri sampai saat initidak jelas.Spekulasi pun muncul,
bahwasanya insiden pemboman di Mansoura tsb ditenggarai oleh kementrian dalam
negeri sendiri atau pemerintahan kudeta militer dengan memfitnah Ikhwan sebagai
pelakunya, dan boleh jadi juga jama’ah ini adalah jam’ah fiktif atau rekayasa.
Tanggal 25 Januari mendatang ini
akan menjadi momen besar, momen peringatan revolusi bagi rakyat Mesir, dimana
pada tanggal tsb lah presiden Husni Mubarak digulingkan.Tanggal ini pula yang
dijadikan patokan bagi para pendukung Mursi untuk mengembalikan Mursi ke tampuk
pemerintahan, sebab pasca revolusi 2011 diadakan pemilu parlemen dan presiden,
Mursi lahir sebagai presiden pasca revolusi tsb.Sudah dapat dibayangkan pada
tanggal dan hari tsb di tahun 2014 ini akan diiringi oleh aksi demonstrasi
secara massive di seluruh penjuru Mesir.Referrendum Konstitusi Baru Rezim
Kudeta yang akan berlangsung pada tanggal 14-15 Januari 2014 diboikot oleh para
pendukung pemerintahan yang sah.Akankah tanggal 25 Januari, pada hari revolusi
rakyat Mesir, Mursi kembali ke tampuk pemerintahan? Kita lihat saja nanti…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar