Para orang tua di Asia telah menghabiskan miliaran dolar Amerika untuk membayar pengajar privat demi anak-anak mereka,dan praktek itu berkembang meskipun efektivitasnya diragukan, seperti ditunjukkan dari sebuah hasil studi yang diterbitkan pada Rabu.
"Pendidikan tambahan" merupakan bisnis yang berkembang tidak hanya di negara-negara kaya namun juga di beberapa negara miskin, saat para orang tua berusaha memberikan anak-anak mereka awal yang terbaik dalam kehidupan, kata Asian Development Bank.
Hampir sembilan dari 10 murid sekolah dasar di Korea Selatan mengambil les privat, sementara angka untuk anak-anak sekolah dasar di negara bagian Bengal Barat, India, enam dari 10 mengambil les privat.
"Proporsi tersebut lebih rendah di negara-negara lain, namun di wilayah tersebut pendidikan tambahan itu menyebar dan semakin berkembang," menurut studi tersebut, menyerukan peninjauan ulang mengenai sistem pendidikan agar pengajaran tambahan menjadi kurang menarik.
Pekerjaan akademis ekstra tersebut bertujuan untuk membantu peserta didik yang lambat dan mendukung pencapaian berprestasi tinggi, dan dipandang para orang tua di Asia sebagai sebuah cara konstruktif bagi remaja untuk menghabiskan waktu luang mereka.
Namun, hal itu juga dapat mengurangi waktu untuk berolahraga dan kegiatan lainnya yang penting untuk perkembangan, serta menyebabkan kesenjangan sosial karena keluarga kaya akan mampu membayar les privat yang lebih berkualitas, kata studi tersebut.
Diperkirakan bahwa biaya les privat di Korea Selatan setara dengan 80 persen dari pengeluaran pemerintah untuk pendidikan umum.
Jepang menghabiskan 12 miliar dolar Amerika (sekitar Rp112,5 triliun) untuk pengajaran tambahan pada 2010, sementara angka untuk Singapura adalah sebesar 680 juta dolar Amerika (sekitar Rp6,3 triliun) pada 2008. (ai/ml)
Sumber: Antara
"Pendidikan tambahan" merupakan bisnis yang berkembang tidak hanya di negara-negara kaya namun juga di beberapa negara miskin, saat para orang tua berusaha memberikan anak-anak mereka awal yang terbaik dalam kehidupan, kata Asian Development Bank.
Hampir sembilan dari 10 murid sekolah dasar di Korea Selatan mengambil les privat, sementara angka untuk anak-anak sekolah dasar di negara bagian Bengal Barat, India, enam dari 10 mengambil les privat.
"Proporsi tersebut lebih rendah di negara-negara lain, namun di wilayah tersebut pendidikan tambahan itu menyebar dan semakin berkembang," menurut studi tersebut, menyerukan peninjauan ulang mengenai sistem pendidikan agar pengajaran tambahan menjadi kurang menarik.
Pekerjaan akademis ekstra tersebut bertujuan untuk membantu peserta didik yang lambat dan mendukung pencapaian berprestasi tinggi, dan dipandang para orang tua di Asia sebagai sebuah cara konstruktif bagi remaja untuk menghabiskan waktu luang mereka.
Namun, hal itu juga dapat mengurangi waktu untuk berolahraga dan kegiatan lainnya yang penting untuk perkembangan, serta menyebabkan kesenjangan sosial karena keluarga kaya akan mampu membayar les privat yang lebih berkualitas, kata studi tersebut.
Diperkirakan bahwa biaya les privat di Korea Selatan setara dengan 80 persen dari pengeluaran pemerintah untuk pendidikan umum.
Jepang menghabiskan 12 miliar dolar Amerika (sekitar Rp112,5 triliun) untuk pengajaran tambahan pada 2010, sementara angka untuk Singapura adalah sebesar 680 juta dolar Amerika (sekitar Rp6,3 triliun) pada 2008. (ai/ml)
Sumber: Antara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar