www.dianovaanwar.blogspot.com "Anak Perawan di Sarang Penyamun” merupakan salah satu
karya Sutan Takdir Alisyahbana,diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun
1932.Novel ini mengambil setting di kawasan Pagar Alam, dengan tokoh utama
Medasing,Sayu dan Samad.Tokoh-tokoh yang lain adalah Haji Sahak dan istrinya
Nyai Hajjah Andun,para penyamun,Sima dan Bedul.
Lima orang
penyamun,Sohan,Amat,Tusin,Sanip dan Medasing sebagai kepala penyamun merampok
setiap saudagar kaya yang membawa uang atau barang-barang berharga,dengan Samad
sebagai informan mereka.Suatu ketika,Haji Sahak, seorang saudargar berada yang
tinggal di kawasan Pagar Alam, bersama istri dan anak gadisnyanya,Nyai
Hajjah Andun dan Sayu, pulang dari Palembang, menjual sekitar 50 ekor kerbau,
termasuk di dalamnya kerbau-kerbau yang “diititipi” oleh orang lain.Atas
informasi dari Samad,Medasing pun tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk
merampok Haji Sahak. Seluruh uang dan perhiasan diambil,Haji Sahak tewas
dilembing sedang istrinya tak sadarkan diri, sementara anak perawannya dibawa
ke sarang penyamun.
Ketika berada
di sarang penyamun,Sayu hampir ‘termakan’ oleh bujukan Samad untuk membawanya
lari dari tempat itu.Sayu telah menangkap niat yang tidak baik dari
Samad,karenanya ia pun menolak dengan tegas pada hari yang telah mereka
sepakati,meski terasa berat baginya juga untuk tinggal disarang penyamun
itu. Di lain tempat,di Pagar
Alam,ibunda Sayu,Nyai Hajjah Andun mengalami problematika akan tuntutan orang
yang menitipkan kerbaunya untuk dijualkan oleh almarhum suaminya dulu.Ia harus
memberikan uang seharga 30 kerbau yang dititipkan itu.Ia pun terpaksa menjual
rumahnya,rumah yang termegah di kawasan Pagar Alam itu,itupun masih tidak
mencukupi,sehingga ia harus menjual harta bendanya yang lain.Pada
akhirnya,karena sudah tidak berpunya lagi,Nyai Hajjah Andun memutuskan untuk
pindah dari kawasan Pagar Alam ke dusun terpencil,jauh dari kerabat dan
kenalan.Ia, yang dulu terpandang, tak ingin hidup dari belas kasihan orang
lain.Kakaknya,Bedul,membuatkan sebuah pondok kecil jauh di ujung dusun
terpencil. Ditemani oleh Sima,anak angkatnya,Nyai Andun menghabiskan
hari-harinya di pondok kecil itu.
Samad yang tak dapat membawa lari Sayu,akhirnya berkhianat kepada
Medasing.Ia selalu membocorkan rahasia kepada para saudagar atau pedagang-pedagang
kaya yang hendak dirampok oleh gerombolan Medasing.Itulah sebabnya, setiap kali
mereka menyerang, para saudagar yang akan dirampok telah mempersiapkan
diri,sehingga anak buah Medasing terluka dan mati satu persatu.
Akhirnya,tinggallah hanya Sanip dan Medasing.Pada suatu saat,mereka berdua melakukan
perampokan,Sanip terluka parah kemudian meninggal dunia,Medasing sendiri dapat
menyelamatkan diri dalam keadaan juga terluka.
Keadaan Medasing yang terluka
parah,menimbulkan rasa belas kasihan Sayu untuk merawatnya.Walau pada awalnya
ia takut,namun ia coba memberanikan diri.Dari sinilah,timbul keakraban mereka
berdua. Medasing, yang memiliki karakter tidak banyak bicara akhirnya menuturkan
kepada Sayu latar belakang hidupnya.Sebenarnya Medasing berasal dari keturunan
baik-baik.Kedua orangtuanya mati ditangan para penyamun dan pimpinan penyamun
menjadikannya sebagai anak angkat. Ia dibesarkan di sarang penyamun,dan ia pun
menggantikan kepempimpinan ayah angkatnya setelah ayah angkatnya itu
wafat.
Kelembutan Sayu,pelan-pelan
membawa Medasing ke jalan yang benar, dan ia pun ingin kembali ke
masyarakat.Sayu menghargai niat Medasing dan mendukungnya.Sayu kembali ke
kampung halamannya, Pagar Alam,ke rumah orangtuanya,ditemani oleh Medasing.Ia
diberitahu ibunya telah pindah ke sebuah dusun kecil,dan ia pun pergi ke sana
bertepatan di saat Nyai Andun hendak menghembuskan nafas yang terakhir akibat
penyakit yang dideritanya.Nyai Andun sempat melihat Sayu untuk terakhir kalinya
dan Medasing menyesal atas perbuatan yang dilakukannya pada keluarga wanita tua
itu. Pada akhirnya Medasing kembali kepada kehidupan masyarakat dan hidup
bersama Sayu……..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar