Sabtu, 09 Februari 2013

Jangan Menilai Buku Dari Sampulnya





Written By: Dr.Dianova Anwar
www.dianovaanwar.blogspot.com Seringkali masyarakat terperangkap oleh penampilan seseorang. Sebut saja bila ada dua orang datang ke rumah atau bertemu di jalan; yang satu berpakaian ‘mentereng’ dengan dasi dan jas yang licin plus mobil mewahnya,sementara yang satunya lagi berpakaian sederhana,berjalan kaki pula lagi, atau di antar juga dengan mobil,tapi mobil umum alias angkot.Tentunya,orang akan ‘lebih menghargai’ orang yang pertama daripada orang yang kedua.Disangka pula orang kedua,pasti datang mau ngutang…..padahal orang yang pertama tadi,belum tentu orang kaya,boleh jadi pakaiannya pinjaman,atau boleh jadi mobilnya sewaan atau jangan-jangan ia adalah seorang supir yang bebas membawa ke sana ke mari mobil majikannya.

Menilai seseorang hendaknya bukan berdasarkan penampilan,sebab berapa banyak kasus penipuan sekarang ini hanya berawal dari penampilan yang menawan, bahkan pencopet di bus pun ada yang berdasi dan berpakaian rapi.Orang yang berpakaian sederhana bukan berarti orang yang tak punya, orang yang sederhana bukan berarti peminta-minta, dan orang yang apa adanya bukan berarti ia tidak memiliki ilmu atau tidak memiliki harga diri.

Bila kita pernah membaca kisah Umar bin Khattab sewaktu ia menjabat sebagai khalifah, yang setara dengan presiden, pemimpin umat Islam di kala itu dari berbagai penjuru,seorang amiirul mu’miniin.Ketika suatu hari datang kepadanya seorang Yahudi,jauh-jauh dari Mesir hanya untuk menuntut keadilan,yang mana pada saat itu gubernur di Mesir adalah ‘Amr bin ‘Ash.Ia menuntut masalah tanahnya yang menurutnya diambil secara paksa oleh pihak pemerintahan Mesir, meski ia menolak tanahnya untuk diambil.Maka ia pun datang ke Madinah,menjumpai Umar bin Khattab untuk menuntut keadilan.Akan tetapi,ketika ia ditunjuk kepada rumah Umar bin Khattab,ia pun terkejut,ia mendapati Umar lagi tidur-tiduran di bawah sebatang pohon kurma di depan rumahnya yang sangat-sangat sederhana serta pakaian nya yang  bisa dikatakan compang-camping, yang secara logikanya tidak lah mungkin ia seorang khalifah. Dalam bayangannya, seorang khalifah yang menguasai begitu banyak wilayah sudah tentu memiliki istana yang megah dan berpenampilan mewah.Pada akhirnya Umar memberi keadilan kepada orang Yahudi itu dengan memberi sepotong tulang unta yang ia gores dengan pedangnya,dan meminta orang Yahudi tsb untuk memberikannya kepada ‘Amr bin ‘Ash.Orang Yahudi tsb berfikir,”Jauh-jauh dari Mesir untuk menuntut keadilan,yang didapat cuma sepotong tulang”...Pada saat tulang ini diberikan kepada ‘Amr bin ‘Ash gemetarlah badannya,orang Yahudi itu heran, mengapa ‘Amr bin ‘Ash gemetar,padahal hanya diberi sepotong tulang. Dikarenakan penasaran,ia pun bertanya,maka ‘Amr bin ‘Ash berkata,”ini bukan sekedar tulang,ini adalah pesan,bahwa bila saya tidak dapat menegakkan keadilan,maka pedang Umar bin Khattab yang akan berbicara dan menegakkan keadilan”.Lalu fahamlah orang Yahudi tadi,dan ia pun berkata dalam hati,alangkah indahnya Islam,bahkan terhadap seorang yang berlainan agama pun seperti dirinya, seorang pemimpin dituntut untuk tetap bersikap adil, maka masuk Islam lah ia….

Begitu pula dalam bergaul,hendaknya kita jangan mengolok-olok seseorang yang penampilannya menurut kita sangat culun atau ketinggalan zaman,”Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diperolok-olokkan) lebih baik daripada mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan lain, boleh jadi perempuan (yang diperolok-olokkan) lebih baik daripada perempuan (yang mengolok-olok)” (QS.Al-Hujurรขt: 11).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar