www.dianovaanwar.blogspot.com
Novel
Sengsara Membawa Nikmat adalah buah pena dari Tulis Sutan Sati yang diterbitkan
oleh Balai Pustaka pada tahun 1929.Novel ini bercerita tentang dua orang pemuda
yang berlawanan karakter: yang satu sombong dan suka ‘sirik’ alias tidak senang
melihat orang bahagia dan yang satunya lagi rendah hati,ramah,taat beragama,
suka menolong dan pandai pula berolahraga silat.Karakter yang pertama
diperankan oleh pria yang bernama Kacak, sedangkan yang kedua bernama Midun.
Kepribadian
Midun yang low profile dan baik hati sudah tentu sangat disenangi oleh
orang-orang sekampung, inilah yang membuat Kacak menjadi iri hati.Berbagai cara
pun dilakukannya untuk menyingkirkan Midun dari kampung itu, mulai dari
mengajak Midun berkelahi hingga memfitnahnya.Midun tidak menanggapi tantangan
perkelahian dari Kacak yang tidak beralasan, karena baginya ilmu silat yang
dipelajarinya dari Haji Abbas hanya digunakan untuk membela diri atau melindungi
orang saja.Namun pada suatu hari,isteri Kacak terjatuh ke sungai dan hampir
terbawa arus,Midun yang kebetulan berada di dekat kejadian itu segera sigap
menolongnya.Kacak,bukannya berterimakasih malah ia menantang Midun untuk
berkelahi dikarenakan kecemburuannya sewaktu Midun menggendong isterinya yang
sudah dalam keadaan tanpa busana.Kali ini Midun meladeni tantangan Kacak, dan
ia memenangkan perkelahian itu.Karena “gondok” kalah berkelahi, Kacak mengadu
dan memfitnah Midun pada Tuanku Laras, kepala desa di kampung mereka yang juga
merupakan mamak Kacak sendiri. Sayang,Tuanku Laras percaya pada tuduhan Kacak,
dan pada akhirnya Midun pun mendapat hukuman.Hukuman
yang harus diterima Midun adalah bekerja di rumah Tuanku Laras tanpa digaji
dengan diawasi oleh Kacak.Kesempatan ini sudah tentu tidak disia-siakan oleh
Kacak untuk menghina dan melakukan aksi kekerasan pada Midun seperti memukul
dan menendangnya. Sikap Kacak ini tidak dibalas oleh Midun,ia menjalani hukuman
dengan pasrah.Belum puas dengan fitnah yang dibuat dan hukuman yang telah
diterima oleh Midun,Kacak memikirkan bagaimana caranya agar menyingkirkan Midun
dari kampung itu selama-lamanya.Ia pun menyewa orang untuk membunuh Midun pada
saat berlangsungnya pacuan kuda di kampung mereka.Maka sewaktu Midun dan
Maun-tokoh yang lain- sedang membeli makanan di warung kopi di pinggir
gelanggang pacuan kuda tsb,tiba-tiba beberapa orang sewaan Kacak menyerang
Midun dengan sebilah pisau.Perkelahian dan keributan pun tak terelakkan, hingga
pada akhirnya berhenti pada saat polisi datang. Midun dan Maun langsung
ditangkap dan dibawa ke kantor polisi.Di kantor polisi, mereka berdua di
periksa, Maun bebas,sementara Midun harus mendekam dalam penjara.Mendengar
berita ini,bukan main girangnya Kacak,ia merasa bebas membuat keributan di
kampung itu.
Di dalam
penjara Midun mendapatkan siksaan baik dari sipir penjara maupun dari
narapidana yang lain. Akan tetapi pada akhirnya mereka menjadi sahabat, Midun
menjadi disegani karena ilmu silat yang dimilikinya mampu mengalahkan para
tahanan,bahkan yang terbaik sekalipun. Penjara ini pula yang membawa Midun
bertemu dengan pasangan hidupnya, Halimah… pada suatu hari, kala ia sedang
bertugas menyapu jalan, ia melihat seorang gadis sedang duduk melamun di bawah
pohon kenari. Ketika gadis itu pergi, kalungnya tertinggal dibawah pohon itu,
dan Midun yang mendapatinya segera mengembalikannya dengan mendatangi
rumah Halimah,itulah awal perkenalan
mereka.Midun dan Halimah sama-sama jatuh hati,mereka pun saling curhat tentang
pengalaman hidup.Halimah ternyata tinggal bersama ayah tirinya,dan ia
benar-benar tidak nyaman,ia sangat ingin sekali untuk tinggal bersama ayah
kandungnya di Bogor.Midun mewujudkan keinginan Halimah ini sebaik saja ia
keluar dari penjara.Dengan bantuan Karto,seorang sipir penjara yang baik hati,
ia membawa lari Halimah dari rumah ayah tirinya ke Bogor,ke rumah ayah
kandungnya.
Ayah
Halimah orangnya sangat baik,ia menerima Midun dan sangat senang bila MIdun
bersedia tinggal bersama mereka.Lebih kurang 2 bulan Midun tinggal di Bogor
bersama keluarga Halimah, ia pun merasa tidak enak hanya makan tidur saja.Ia
pun memutuskan untuk pergi ke Jakarta untuk mencari pekerjaan.Dalam perjalanan
ke Jakarta,Midun berkenalan dengan seorang saudagar Arab yang bernama Syekh
Abdullah al-Hadramaut yang meminjamkan uang modal kepada Midun.Karena Midun
menganggapnya seorang syekh, ia pun mau menerima uang pinjaman itu,Midun tidak
tahu saudagar Arab tsb adalah seorang rentenir.
Melihat
kemajuan usaha Midun,timbul iri di hati Syekh Abdullah,ia pun menagih uang
pinjaman Midun dengan jumlah yang jauh lebih banyak daripada yang dipinjam
Midun.Sudah tentu Midun menolak untuk membayar “uang bunga” yang begitu
banyaknya.Gagal mendesak Midun dengan cara demikian,syekh Arab ini justru
menawarkan kepada Midun “kompensasi” berupa lunasnya hutang Midun dengan syarat
‘diserahkannya’ Halimah padanya.Midun dan Halimah meradang, syekh Arab ini pun
membawa Midun ke meja hijau dengan tuntutan hutang.Pihak pengadilan memutuskan
Midun bersalah,ia pun masuk penjara lagi untuk kedua kalinya.
Suatu
hari, ketika Midun telah bebas,ia berjalan-jalan ke Pasar Baru dan mendapati
sebuah keributan.Seorang pribumi mengamuk dan menyerang seorang Sinyo
Belanda,tanpa berfikir panjang Midun pun menolong Sinyo Belanda tsb.Dengan
diselamatkannya nyawanya, Sinyo Belanda tsb berterimakasih pada Midun dan
memperkenalkannya pada ayahnya,Tuan Hoffdcommissaris, yang ternyata seorang
Kepala Komisaris.Sebagai ucapan terima kasih, sang kepala komisaris pun
memberinya pekerjaan dengan menjadi juru tulis.
Setelah
mendapat pekerjaan itu, Midun merasa sudah saatnya ia berumah tangga, ia pun
meminang Halimah dan menikah di rumah orangtua Halimah di Bogor.Karir Midun
dari hari ke hari makin meningkat di mata pimpinannya, hingga ia pun diangkat
menjadi Kepala Mantri Polisi di Tanjung Priok.Dia langsung ditugaskan untuk
menumpas parra penyeludup di kota Medan. Di Medan inilah,ia bertemu dengan
adiknya,Manjau,yang bercerita banyak tentang keadaan kampung mereka. Mendengar
cerita adiknya akan kesengsaraan orang kampung akibat ulah Kacak, Midun pun
mengajukan permohonan kepada atasannya untuk dipindah tugaskan ke kampung
halamannya ketika ia balik ke Jakarta.Permohonan Midun dikabulkan, ia pun
kembali ke kampung halamannya dan bertugas di sana.
Kedatangan
Midun membuat Kacak gelisah, meski ia telah menjadi kepala desa di kampung itu.
Kegelisahannya disebabkan ia takut perbuatannya yang menggelapkan uang kas
negara akan terbongkar.Apalagi ia melihat pangkat Midun yang tinggi,ia yakin
Midun akan berhasil membongkar kasus korupsi yang telah dilakukannya. Ketakutan
Kacak pun menjadi kenyataan, ia terbukti bersalah menggelapkan uang kas negara
yang ada di kampung mereka. Kacak ditangkap dan masuk penjara, sedangkan Midun
hidup berbahagia bersama isteri dan seluruh keluarga besarnya di
kampungnya….
Novel ini
pernah diangkat ke layar kaca menyusul suksesnya novel Siti Nurbaya yang telah
tayang di waktu sebelumnya.Seingat penulis,tokoh Midun pada waktu itu
diperankan oleh actor Sandy Nayoan. Pesan yang dapat diambil dari novel ini
adalah bahwa kebenaran dan kesabaran pasti akan menjadi pemenang.Berakit-rakit
ke hulu,berenang-renagn ke tepian; bersakit-sakit dahulu bersenang-senang
kemudian……..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar